Oleh: Kholili Hasib
Puasa
bukan sekedar menahan makan, minum dan berhubungan badan di siang hari.
Tapi ada beberapa hal yang harus ditahan untuk bisa menjalani puasa
yang sempurna (tamam al-shoum). Puasa yang sempurna adalah
puasa dengan menahan anggota-anggota tubuh dari hal-hal yang
dimakruhkan. Menjaga mata dari pandangan yang tidak disukai Allah Subhanahu wa ta’ala, menahan lisan dari ucapan-ucapan yang tidak perlu, serta mecegah telinga untuk mendengar hal-hal yang diharamkan Allah Swt (Bidayatul Hidayah, hal. 55).
Melakukan perkara-perkara yang makruh dan haram memang tidak
membatalkan puasa. Namun menurut Imam al-Ghazali, hal tersebut dapat
mengurangi bahkan membatalkan pahala puasa. Seperti ghibah tidak membatalkan puasa, akan tetapi orang yang melakukan ghibah
pahala puasanya akan terkikis. Mengeluarkan kata-kata yang tidak
perlu, juga tidak membatalkan puasa. Namun aktifitas makruh ini
mengurangi pahala.
Diriwayatkan dari Abu Hurairah radliallahu ‘anhu, Nabi Shalallahu ‘alai wa sallam bersabda:
“Ada lima perkara yang membatalkan puasa, yaitu: berbohong, bergunjing,
memfitnah, mengucapkan sumpah palsu, dan memandang dengan nafsu”.
Dalam kehidupan rumah tangga, tantangan itu semakin bertambah. Mencium (qublah)
suami atau suami mencium istri ketika bulan puasa hendaknya dihindari.
Beberapa ulama’ berpendapat mencium istri atau suami hukumnya makruh.
Bila sampai keluar sperma, hukumnya batal (al-Muhadzab fi Fiqh Imam al-Syafi’i, hal. 182). Jika jatuh pada hukum makruh maka pahala puasanya — seperti dijelaskan oleh Imam al-Ghazali — bisa berkurang.
Ekspresi cinta antara suami dan istri sangat dianjurkan. Namun,
esensi puasa adalah melatih jiwa untuk mengendalikan syahwat. Ada
riwayat dari ‘Aisyah radhiallahu ‘anha, yang menyatakan bahwa
Rasulullah pernah mencium ‘Aisyah dalam keadaan berpuasa. Beberapa
ulama’ syafi’iyyah dan hanabilah menjelaskan bahwa Nabi ketika mencium
istrinya di bulan Ramadhan tidak disertai syahwat. Seperti disebutkan
dalam hadis, ‘Aisyah bercerita bahwa Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam biasa mencium istrinya sedangkan beliau dalam keadaan berpuasa. Beliau Shallallahu ‘alaihi wa sallam melakukan demikian karena beliau adalah orang yang paling kuat menahan syahwatnya.” (HR. Bukhari dan Muslim).
Kita bukan manusia seperti nabi yang paling kuat menahan syahwat.
Seorang pasangan suami istri lebih banyak mencium pasangannnya dengan
syahwat. Padahal jika sampai syahwat hukumnya haram (al-Fiqh ‘ala al-Madzahib al-‘Arba’ah, hal. 484).
Seorang istri hendaknya pandai-pandai melatih jiwa. Jika ia berhasrat
untuk mencium suami sebagai ungkapan kasih-sayang, maka cepat-cepatlah
untuk mengalihkan kepada aktifitas lain seperti, memasak, menulis,
membaca al-Qur’an dan lain sebagainya. Sebaliknya, jika ia tiba-tiba
diajak suami berciuman, maka ingatkanlah sang suami dengan bahasa lembut
dan sopan. Ajaklah untuk bersama-sama membaca al-Qur’an. Ungkapkan
bahwa hal itu bisa dilakukan pada malam harinya.
Selama puasa, istri juga diuji kesabarannya. Dalam kondisi haus dan
lapar, ia mendapatkan tugas mengatur rumah. Ketika suami berangkat
kerja, misalnya, sang suami memberi amanah untuk menjaga rumah dan
anak-anak. Tugas ini tidak ringan dan membutuhkan kejernihan pikiran dan
hati untuk bisa melaksanakan tugas dan tanggung jawabnya. Dalam kondisi
ini, ia dituntut untuk selalu menampakkan keceriaan di hadapan suami.
Meskipun sebenarnya memasak dan mencuci itu tugas suami, namun
menurut Syekh Nawawi jika telah disepakati si istri membantu tugas itu
dengan mengambil alih, maka sungguh karakter demikian merupakan karakter
wanita surga. Suami yang bekerja seharian terkadang tidak memiliki
waktu untuk melaksanakan tugas tersebut. Maka istri yang mulia bisa
memahami beratnya tugas suami itu dengan membantunya. Derajat yang
tinggi di sisi Allah tidak dicapai kecuali dengan jihad, menghilangkan
ego dan tulus ikhlas membantu suami.
Di luar interaksi dengan suami, seorang perempuan hendaknya menjaga
pergaulan dengan tetangga. Hindari pergunjingan pada saat berkomunikasi.
Jika mendengar tetangga sedang menggunjing, ingatkan mereka, namun jika
tidak mampu, tinggalkan. Allah Swt berfirman: “Maka janganlah kamu
duduk bersama mereka sampai mereka memasuki pembicaraan yang lain.
Karena sesungguhnya (kalau kamu berbuat demikian) tentulah kamu serupa
dengan mereka” (QS. An-Nisā: 140). Lakukan istigfar dan ingatkan diri bahwa puasa sempurna (tamam) akan diganjar dengan pahala yang besar.
Terkadang perempuan juga tergoda untuk berperilaku konsumtif. Membeli
barang dan makanan secara berlebihan. Perbuatan ini dalam padangan Imam
al-Ghazali bisa mengurangi pahala puasa. Menu buka puasa sebaiknya
tidak berlebihan. Utamakan makanan bergizi, bukan yang memuaskan perut.
Jika obsesi kita adalah ‘balas dendam’, memuaskan perut karena selama
sehari menahan lapar dan haus, maka nafsu berlebihan kita itu bisa
mengurangi pahala puasa. Kata beliau, jika berbuka puasa dengan
makanan-makanan yang berlebih dari hari biasanya, maka puasa itu tdk ada
faedahnya. Sebab puasa itu hikmahnya menghancurkan ‘racun’ syahwat (Bidayatul Hidayah, hal. 57).
Dalam keadaan haidh, perempuan muslimah bukan berarti kehilangan
kesempatan untuk mendapatkan berkah pahala puasa. Janganlah momen haidl
dimanfaatkan sebagai kesempatan untuk kembali memanjakan diri. Mereka
tetap dapat berkah, dan pahala dengan menahan diri dari hal-hal makruh
tersebut. Wanita haidl masih bisa berjihad di bulan ramadlan. Hendaklah
ia tetap menahan perkara-perkara yang menghabiskan pahala puasa, meski
sedang berhalangan puasa. Dzikir tetap diperbanyak. Membantu suami
memasak. Dan jangan lupa, hadiri majelis ilmu. Sebab majelis ilmu
memberi asupan ‘gizi spiritual’ untuk hati (qalb) dan akal.
Terkait dengan jihad nafsu dalam puasa, Imam al-Ghazali dalam Ihya’ Ulumuddin membagi orang puasa itu ke dalam tiga tipologi. Pertama,
puasanya orang awam. Kelompok ini berpuasa tidak lebih dari sekadar
menahan lapar, haus, dan hubungan seksual di siang hari Ramadhan.
Sedangkan hati, adab dan perilaku tidak dijaga. Sehingga kelompok ini
hanya memenuhi syarat sahnya puasa. Kita sebagai umat Islam — termasuk
para perempuan — tidak dididik untuk terus menjadi awam, tapi Islam
agama yang mementingkan ilmu. Oleh sebab itu, kualitas spiritual harus
terus ditingkatkan.
Kedua, kelompok khawas, yaitu kelompok yang selain
menahan lapar, haus dan hubungan suami isteri di siang hari, mereka juga
menjaga lisan, mata, telinga, hidung, dan anggota tubuh lainnya dari
segala perbuatan maksiat dan sia-sia. Lisannya terjaga dari perkataan
bohong, kotor, kasar, dan segala perkataan yang bisa menyakiti hati
orang. Menjaga dari perbuatan tercela seperti ghibah, namimah (mengadu
domba), dan memfitnah. Mereka hanya berkata yang baik dan benar atau
diam saja. Mereka yang termasuk kelompok ini tidak akan asyik duduk
bersama orang-orang yang terlibat dalam perbincangan yang sia-sia.
Termasuk perbuatan sia-sia adalah mendengar lagu-lagu yang syairnya
tidak mengantarkannya pada mengenal kebesaran Allah.
Ketiga, adalah kelompok yang disebut khawasul khawas. Mereka
tidak saja menjaga telinga, mata, lisan, tangan, dan kaki dari segala
yang menjurus pada maksiat kepada Allah, akan tetapi mereka juga menjaga
hatinya dari selain mengingat Allah. Kelompok ini menjadikan ibadah
puasa sebagai benar-benar ‘madrash’ mengisi hatinya dengan ingat kepada
Allah bukan kepada lainnya.
Perempuan yang shalihah akan berobsesi untuk mendapatkan predikat khawasul khawas. Atau setidaknya masuk dalam tipologi kedua, yaitu predikat khawas. Hal
tersebut merupakan pencapaian yang luar biasa di zaman ini yang penuh
ujian dan fitnah. Untuk itu, perhatikan rambu-rambu; mana kategori
haram, mana yang membatalkan pahal puasa, apa saja yang dianggap makruh
dan pahami sunnah-sunnah berpuasa. Perhatikan juga bahwa ada hal yang
dalam bulan-bulan biasa dianggap halal, bahkan dianjurkan, tetapi pada
saat puasa merupakan hal yang makruh dan haram dilakukan. Pantangan ini
merupakan riyadlah (melatih jiwa) agar di bulan-bulan berikutnya tidak terpenjara oleh nafsu secara berlebihan.
Jihad nafsu harus dipersenjatai dengan ilmu yang memadai. Tanpanya,
hampir pasti kita akan terjebak ke dalam tipuan syetan. Semoga kita
semua mendapatkan kemuliaan bulan Ramadhan dan keluar sebagai pemenang
sejati.
Sumber informasi : http://thisisgender.com/jihad-perempuan-di-bulan-puasa/
0 komentar:
Post a Comment
Silakan, setelah download / baca artikel saya .. mohon tinggalkan komentar.. :)
terima kasih kedatangannya.. selamat datang kembali :D