Beberapa waktu yang lalu, saya membaca sebuah artikel di
thisisgender.com situs yang menyediakan berbagai artikel-artikel terkait dengan
gender dan topik yang menarik terkait dengan Islam. Ada sebuah pertanyaan yang
di angkat dalam artikel tersebut. Pertanyaannya adalah PERLUKAH SISTEM
PENDIDIKAN YANG MELAHIRKAN ADAB?
Sebelumnya, mungkin ada yang bertanya. Adab itu apa si? Sama gak
dengan karakter?
Pada saat saya kuliah, ada salah satu tokoh intelektual Islam
yang pernah membuat sebuah buku tentang adab. Beliau adalah Prof. Naquib
al-Attas, seorang tokoh intelektual Islam yang berasal dari Malaysia. Rujukan
skripsi saya, saya ambil dari referensi buku beliau.
Adab menurut Prof. Naquib adalah “Pengenalan serta
pengakuan akan hak keadaan sesuatu dan kedudukan seseorang, dalam rencana
susunan berperingkat martabat dan derajat, yang merupakan suatu hakikat yang
berlaku dalam tabiat semester.” Faham adab menurut beliau ketika dirujukan
kepada sesama manusia, maka dia bermaksud pada kesusilaan akhlakiah yang
mencirikan kewajiban diri untuk berperangai mengikuti haknya dalam susunan
berperingkat derajat yang terencana, misal dalam keluarga, masyarakat, dan
dalam pergaulan sehari-hari. Lebih jelasnya lagi, orang beradab adalah yang
dapat memahami dan meletakkan sesuatu pada tempatnya, sesuai dengan harkat dan
martabat yang ditentukan oleh Allah.
Konsep adab seperti ini jika disandingkan dengan tujuan
pendidikan adalah sesuai. Karena tujuan pendidikan sendiri salah satunya adalah
membentuk manusia yang beradab, atau di Indonesia sendiri ingin membentuk
manusia yang berakhlak dan berkarakter. Saya rasa tidak jauh berbeda antara
istilah satu dengan yang lainnya.
Kemudian jika disandingkan dengan konsep adab dalam Islam,
maka manusia yang beradab atau manusia yang baik adalah manusia yang mengenal
akan Tuhannya, mengenal dan mencintai Nabinya, menjadikan Nabi SAW sebagai
uswah hasanah, menghormati para ulama sebagai pewaris Nabi, memahami dan
meletakkan ilmu pada tempat yang terhormat - paham mana ilmu yang fardhu ‘ain
dan mana fardhu kifayah; juga paham mana ilmu yang bermanfaat dan ilmu yang
merusak – dan memahami serta mampu menjalankan tugas sebagai khalifatullah
fil-ardh dengan baik.
Kemudian, perlukah sistem pendidikan yang melahirkan adab?
Saya rasa sangat perlu.
Coba kita lihat di Indonesia, sistem pendidikan yang
digunakan sekarang adalah sistem pendidikan kurikulum 2013, dengan berbagai
macam perangkat-perangkat yang di desain yang nantinya membantu membentuk
lulusan-lulusan yang berkarakter. Itu yang diusung dari kurikulum 2013. Apakah berjalan
dengan baik? Dari pengalaman saya di lapangan, sekiranya 70% hampir berhasil. Materi
yang ditentukan dari pemerintah itu sendiri, sudah bagus. Karena mayoritas,
materi diambil dari kehidupan sehari-hari yang kemudian di jelenterehkan
(jabarkan) ke dalam sebuah materi baik itu materi agama ataupun non agama. Namun,
di dalam praktiknya saya rasa kurang efektif antara konsep dengan kenyataan. Di
kenyataannya, banyak praktik-praktik yang memberatkan guru ataupun siswa. Dari mulai
siswa yang dituntut untuk menyelesaikan tugas yang menumpuk dari hampir seluruh
mata pelajaran (karena guru dituntut untuk menilai dari segala aspek) yang
berakibat hampir 80% waktunya untuk mengerjakan tugas, kemudian guru yang
dituntut untuk patuh menyelesaikan perangkat-perangkat yang jumlahnya hampir 30
perangkat yang kesemuanya beranak pinak.
Guru yang harusnya fokus mendidik, seringkali tugasnya
tersebut terbengkalai karena harus memenuhi tuntutan dari beberapa pihak. Sungguh
sayang saya rasa. Karakter yang seharusnya bisa terbentuk dengan baik, malah
terhalang dengan tugas-tugas yang kurang tepat sasaran. Itu yang sedikit saya
rasakan. Semoga saja, sistem pendidikan sekarang bisa terus dievaluasi lebih
sederhana lagi agar nantinya tidak memberatkan satu pihak dengan yang lain. Karena
menurut saya, pendidikan itu sangat perlu. Namun, jika peserta didik sudah
terbebani dengan mindset tugas, tugas dan tugas, kapan peserta didik bisa
mengeksplor dirinya sendiri.
Kemudian, kita kembali kepada UU Sisdiknas tahun 2003 bab 1
pasal 1 butir 2 yang berbunyi:
“pendidikan nasional adalah pendidikan yang berdasarkan
Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang
berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia dan tanggap terhadap
tututan perubahan zaman.”
Bisa kita lihat, seharusnya memang pendidikan kita harus
kembali kepada nilai-nilai agama, namun saat ini dari lembaga pendidikan masih
terdapat lembaga yang menjauh dari nilai-nilai tersebut. Pendidikan agama hanya
dilakukan sebatas untuk “ritual” saja. Belum menjadi sebuah kebutuhan.
Permasalahannya, peserta didik ketika di kelas disuguhi
materi-materi keagamaan akan tetapi ketika di luar kelas mereka bebas berbuat
kemaksiatan. Dari hal tersebut, seharusnya sekolah berani menunjukkan bahwa ia
adalah bagian dari peradaban Islam yang menjunjung tinggi nilai-nilai agama. Sekolah
harus mampu menjadi sumber gerakan moral dan sosial. Tidak hanya sekolah saja,
orang tua dan Negara pun harus turut andil dalam membantu membentuk adab
ataupun karakter peserta didik menjadi seorang yang baik perilaku, pemikiran,
dan keseluruhannya.
Ketika kita tidak bisa merubah aturan, maka yang bisa kita
lakukan adalah berproses menjadi lebih baik lagi dari diri sendiri yang
kemudian menjadi teladan yang baik untuk sekitar. Tidak hanya tugas untuk guru
agama saja, namun seluruh elemen masyarakat, sekolah, dan Negara juga harus bekerja
sama memulai dengan memberi teladan yang baik.
Sekian
Sumber informasi :
Thisisgender.com
Insists.id
UU SISDIKNAS
0 komentar:
Post a Comment
Silakan, setelah download / baca artikel saya .. mohon tinggalkan komentar.. :)
terima kasih kedatangannya.. selamat datang kembali :D