Dia menyeruput segelas es susu yang dia beli di sebuah warung
kelontong. Dia terduduk dan kemudian menyadari ada sesuatu yang hilang. Ya..
keyakinannya untuk memulai menulis seketika hilang. Ambisinya dulu yang ingin
membuat sebuah buku, sekarang musnah sudah. Semangatnya lama kelamaan luntur. Entah
apa sebabnya. Dia merasa bingung dan mencoba mencari alasan tersebut, dengan
menelusuri sebuah novel epic dari seorang penulis terkenal. Penulis yang sudah
menorehkan karya berupa novel yang laris manis di pasaran. Siapa yang tidak
mengenal Tere Liye. Sosok misterius yang jarang terlihat hilir mudik di media berita
manapun. Jarang saya temui, kecuali beberapa quotes yang sering dia
publikasikan di dinding media sosial sederhana miliknya. Ya.. sosok itulah yang
kemudian mengarahkan tangan ini untuk menulis sebuah tulisan sederhana.
Niatnya untuk mencari alasan dibalik kemalasannya itu
kemudian menemukan jalannya. Dia membuka handphone dan mulai menelusuri history
dari chattingannya di media whatsapp. Kemudian tanpa dia sadari matanya sudah
bergerak membaca sebuah tulisan yang membahas tentang peran niat. Apa? Niat?
Seketika itu dia ingat sebuah hadis mahsyur yang sangat terkenal dan shahih. Hadits
dari seorang sahabat sekaligus khalifah kedua setelah Abu Bakar Ash Shiddiq. Ya…
namanya Umar bin Khaththab. Siapa yang tidak kenal beliau.
Dijelaskan dalam kitabnya Syaikh Abdurrahman bin Nashir As
Sa’di rahimahullah menyebutkan hadits tersebut yang berbunyi
‘Umar bin Khaththab Radhiyallahu ‘anhu berkata: Aku mendengar Rasulullah shallallahu ‘alayhi wa sallam berkata: “Sesungguhnya amalan-amalan itu ada dengan niat dan sesungguhnya setiap orang mendapatkan sesuai dengan apa yang dia niatkan, maka barangsiapa yang hijrahnya kepada Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya tersebut adalah kepada Allah dan Rasul-Nya, dan barangsiapa hijrahnya kepada perkara dunia yang akan dia dapatkan atau wanita yang akan dia nikahi, maka hijrahnya adalah kepada tujuan dia berhijrah.” (Hadits riwayat Imam Bukhari nomor 6689 dan Muslim nomor 1907).
Hadits tersebut merupakan mizan bagi amal bathin (tolak ukur
bagi amalan secara bathin), karena hadits ini berbicara tentang suatu amalan
hati yang penting yaitu niat.
Maka kemudian beliau menyebutkan yang dimaksud dengan niat
adalah:
“Tujuan seorang di dalam beramal dalam rangka bertaqarrub (mendekatkan diri) kepada Allah subhanahu wa Ta’ala serta mengharap keridhaan dan pahala dari Allah subhanahu wa Ta’ala.”
Oleh karena itu istilah niat mencakup dua hal, yaitu:
1. Niyatul amal (tujuan beramal)
Apakah seorang melakukan suatu amalan untuk ibadah atau
sekedar rutinitas?
2. Niyatul ma’mul lahu (untuk siapa seorang itu beramal)
Apakah amalan yang dia lakukan dari ibadah yang dia lakukan
karena Allah subhanahu wa Ta’ala atau karena sesuatu yang lain.
Setelah membaca tulisan yang dia dapatkan dari grup Bimbingan
Islam tersebut, kemudian dia berpikir, apakah selama ini dia niat untuk membuat
buku hanya untuk mencapai perkara dunia? Atau untuk beribadah kepada Allah subhanahu
wa Ta’ala dengan membagikan ilmunya? Sekarang dia mencoba berpikir lebih keras,
sebelum memulai tujuannya tersebut. Mungkin saja kemalasan yang selama ini dia
alami karena akibat niat dia yang salah dari awal?!
0 komentar:
Post a Comment
Silakan, setelah download / baca artikel saya .. mohon tinggalkan komentar.. :)
terima kasih kedatangannya.. selamat datang kembali :D