Saturday, November 12, 2016

Nasihat Dzu Al Nun Al Mishr

Kehidupan yang fana ini membutuhkan banyak sekali nasihat, agar kehidupan yang kita lalui bisa bermakna dan bermanfaat. Dalam bukunya Imam Al-Ghazali, Majmu'ah Rasa'il yang sudah diterjemahkan ke dalam buku berjudul Jalan Hidup Kaum Sufi oleh Umar Faruq ini membahas tentang banyak sekali nasihat nasihat kehidupan. Kaum sufi adalah suatu kaum yang berprinsip tentang akhirat, dan kehidupannya penuh dengan wara' dan zuhud. 

Salah satu nasihat yang ditampilkan di dalam buku tersebut adalah ketika Imam Al-Ghazali menceritakan tentang seorang guru yang menasihati muridnya. Guru tersebut adalah Dzu Al Nun Al Mishr. 
Nasihatnya berbunyi, "Jika kamu mampu mempersembahkan ruh, maka berangkatlah. Jika tidak mampu, maka jangan sekali-kali menyibukkan diri dengan laku sufi."

Kemudian Imam Al-Ghazali menyampaikan delapan hal yang harus diperhatikan. Empat dari delapan nasihat itu dikerjakan dan empat sisanya ditinggalkan. 
Adapun empat hal yang harus ditinggalkan adalah sebagai berikut:

(1) Jangan bertukar pikiran dengan seseorang tentang suatu masalah yang kamu mampu mengerjakannya, karena dalam hal ini mengandung banyak tanda, di mana dosanya lebih banyak daripada manfaatnya. Mengapa dosanya lebih banyak, karena hal itu menjadi sumber bagi setiap akhlak yang jelek, seperti ria', hasud, sombong, dendam, permusuhan, dan bangga-banggaan. Memang benar, seandainya muncul suatu masalah antara dirimu dengan seseorang atau sekelompok orang, sedangkan kamu bermaksud mempertegas dan memenangkan kebenaran, sehingga kebenaran tidak tersia-sia, maka kamu boleh membahas dan mendiskusikannya. 
Akan tetapi, hal inipun harus memiliki dua tanda:
Pertama, kamu tidak mengubah sikap dan tidak membeda-bedakan antara apakah kebenaran itu muncul dari lidahmu atau teman diskusimu;
Kedua, diskusi di tempat yang sunyi lebih kamu sukai daripada di tempat umum yang ramai.
Imam Al-Ghazali mengingatkan kita, karena di dalamnya banyak sekali manfaat bagi kita.

(2) Ketahuilah, mempertanyakan sesuatu yang sulit sama halnya dengan menyodorkan penyakit hati kepada seorang dokter, dan jawaban untuk pertanyaan itu merupakan salah satu upaya atau terapi menyembuhkan penyakit. Ketahuilah, orang yang bodoh adalah orang yang hatinya sakit, sedangkan seorang ulama yang mengamalkan ilmunya adalah seorang dokter. Ulama yang kurang, terapinya tidak mustajab. Sedangkan ulama yang sempurna, tidak mampu menyembuhkan setiap penyakit, tetapi hanya mampu menyembuhkan penyakit orang yang memang mengharapkan kesembuhan dan kebaikan. Jika penyakitnya sudah kronis atau akut, maka sulit diharapkan kesembuhannya. Dalam hal ini, seorang dokter atau tabib cukup mengatakan,"Ini tidak mungkin disembuhkan," Karena itu, kamu jangan disibukkan dengan mengobatinya karena hanya menyia-nyiakan umur. 


Bersambung ...... 


Sumber : Jalan hidup kaum sufi, Imam Al-Ghazali.

Sunday, November 6, 2016

PAHALA PEKERJAAN DITENTUKAN DARI NIATNYA

Ada sebuah hadits mengatakan
 
Dari Amirul Mu’minin, Abi Hafs Umar bin Al-Khattab ra., beliau berkata: Saya mendengar Rasulullah saw. bersabda: “Sesungguhnya setiap perbuatan tergantung niatnya. Dan sesungguhnya setiap orang (akan dibalas) berdasarkan apa yang dia niatkan. Siapa yang hijrahnya karena (ingin mendapatkan keridhaan) Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya kepada (keridhaan) Allah dan Rasul-Nya. Dan siapa yang hijrahnya karena dunia yang dikehendakinya atau karena wanita yang ingin dinikahinya maka hijrahnya (akan bernilai sebagaimana) yang dia niatkan.”