Monday, August 28, 2017

PERLUKAH ADAB DALAM KEHIDUPAN DI SEKOLAH?



Beberapa waktu yang lalu, saya membaca sebuah artikel di thisisgender.com situs yang menyediakan berbagai artikel-artikel terkait dengan gender dan topik yang menarik terkait dengan Islam. Ada sebuah pertanyaan yang di angkat dalam artikel tersebut. Pertanyaannya adalah PERLUKAH SISTEM PENDIDIKAN YANG MELAHIRKAN ADAB? 

Sebelumnya, mungkin ada yang bertanya. Adab itu apa si? Sama gak dengan karakter? 

Pada saat saya kuliah, ada salah satu tokoh intelektual Islam yang pernah membuat sebuah buku tentang adab. Beliau adalah Prof. Naquib al-Attas, seorang tokoh intelektual Islam yang berasal dari Malaysia. Rujukan skripsi saya, saya ambil dari referensi buku beliau.

Adab menurut Prof. Naquib adalah “Pengenalan serta pengakuan akan hak keadaan sesuatu dan kedudukan seseorang, dalam rencana susunan berperingkat martabat dan derajat, yang merupakan suatu hakikat yang berlaku dalam tabiat semester.” Faham adab menurut beliau ketika dirujukan kepada sesama manusia, maka dia bermaksud pada kesusilaan akhlakiah yang mencirikan kewajiban diri untuk berperangai mengikuti haknya dalam susunan berperingkat derajat yang terencana, misal dalam keluarga, masyarakat, dan dalam pergaulan sehari-hari. Lebih jelasnya lagi, orang beradab adalah yang dapat memahami dan meletakkan sesuatu pada tempatnya, sesuai dengan harkat dan martabat yang ditentukan oleh Allah. 

Konsep adab seperti ini jika disandingkan dengan tujuan pendidikan adalah sesuai. Karena tujuan pendidikan sendiri salah satunya adalah membentuk manusia yang beradab, atau di Indonesia sendiri ingin membentuk manusia yang berakhlak dan berkarakter. Saya rasa tidak jauh berbeda antara istilah satu dengan yang lainnya. 

Kemudian jika disandingkan dengan konsep adab dalam Islam, maka manusia yang beradab atau manusia yang baik adalah manusia yang mengenal akan Tuhannya, mengenal dan mencintai Nabinya, menjadikan Nabi SAW sebagai uswah hasanah, menghormati para ulama sebagai pewaris Nabi, memahami dan meletakkan ilmu pada tempat yang terhormat - paham mana ilmu yang fardhu ‘ain dan mana fardhu kifayah; juga paham mana ilmu yang bermanfaat dan ilmu yang merusak – dan memahami serta mampu menjalankan tugas sebagai khalifatullah fil-ardh dengan baik. 

Kemudian, perlukah sistem pendidikan yang melahirkan adab?
Saya rasa sangat perlu.

Coba kita lihat di Indonesia, sistem pendidikan yang digunakan sekarang adalah sistem pendidikan kurikulum 2013, dengan berbagai macam perangkat-perangkat yang di desain yang nantinya membantu membentuk lulusan-lulusan yang berkarakter. Itu yang diusung dari kurikulum 2013. Apakah berjalan dengan baik? Dari pengalaman saya di lapangan, sekiranya 70% hampir berhasil. Materi yang ditentukan dari pemerintah itu sendiri, sudah bagus. Karena mayoritas, materi diambil dari kehidupan sehari-hari yang kemudian di jelenterehkan (jabarkan) ke dalam sebuah materi baik itu materi agama ataupun non agama. Namun, di dalam praktiknya saya rasa kurang efektif antara konsep dengan kenyataan. Di kenyataannya, banyak praktik-praktik yang memberatkan guru ataupun siswa. Dari mulai siswa yang dituntut untuk menyelesaikan tugas yang menumpuk dari hampir seluruh mata pelajaran (karena guru dituntut untuk menilai dari segala aspek) yang berakibat hampir 80% waktunya untuk mengerjakan tugas, kemudian guru yang dituntut untuk patuh menyelesaikan perangkat-perangkat yang jumlahnya hampir 30 perangkat yang kesemuanya beranak pinak. 

Guru yang harusnya fokus mendidik, seringkali tugasnya tersebut terbengkalai karena harus memenuhi tuntutan dari beberapa pihak. Sungguh sayang saya rasa. Karakter yang seharusnya bisa terbentuk dengan baik, malah terhalang dengan tugas-tugas yang kurang tepat sasaran. Itu yang sedikit saya rasakan. Semoga saja, sistem pendidikan sekarang bisa terus dievaluasi lebih sederhana lagi agar nantinya tidak memberatkan satu pihak dengan yang lain. Karena menurut saya, pendidikan itu sangat perlu. Namun, jika peserta didik sudah terbebani dengan mindset tugas, tugas dan tugas, kapan peserta didik bisa mengeksplor dirinya sendiri. 

Kemudian, kita kembali kepada UU Sisdiknas tahun 2003 bab 1 pasal 1 butir 2 yang berbunyi:
“pendidikan nasional adalah pendidikan yang berdasarkan Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 yang berakar pada nilai-nilai agama, kebudayaan nasional Indonesia dan tanggap terhadap tututan perubahan zaman.”

Bisa kita lihat, seharusnya memang pendidikan kita harus kembali kepada nilai-nilai agama, namun saat ini dari lembaga pendidikan masih terdapat lembaga yang menjauh dari nilai-nilai tersebut. Pendidikan agama hanya dilakukan sebatas untuk “ritual” saja. Belum menjadi sebuah kebutuhan. 

Permasalahannya, peserta didik ketika di kelas disuguhi materi-materi keagamaan akan tetapi ketika di luar kelas mereka bebas berbuat kemaksiatan. Dari hal tersebut, seharusnya sekolah berani menunjukkan bahwa ia adalah bagian dari peradaban Islam yang menjunjung tinggi nilai-nilai agama. Sekolah harus mampu menjadi sumber gerakan moral dan sosial. Tidak hanya sekolah saja, orang tua dan Negara pun harus turut andil dalam membantu membentuk adab ataupun karakter peserta didik menjadi seorang yang baik perilaku, pemikiran, dan keseluruhannya. 

Ketika kita tidak bisa merubah aturan, maka yang bisa kita lakukan adalah berproses menjadi lebih baik lagi dari diri sendiri yang kemudian menjadi teladan yang baik untuk sekitar. Tidak hanya tugas untuk guru agama saja, namun seluruh elemen masyarakat, sekolah, dan Negara juga harus bekerja sama memulai dengan memberi teladan yang baik.

Sekian

Sumber informasi :
Thisisgender.com
Insists.id
UU SISDIKNAS

0 komentar:

Post a Comment

Silakan, setelah download / baca artikel saya .. mohon tinggalkan komentar.. :)
terima kasih kedatangannya.. selamat datang kembali :D